Pernahkah Anda bernyanyi? Atau setidaknya pernahkah Anda mendengarkan sebuah lagu? Saya pastikan, pernah. Lalu, Pernahkah kita membayangkan seandainya tak pernah ada lagu di dunia ini? Mungkin dunia akan terasa hampa, sepi dan terlalu membosankan.
Bicara soal lagu, tentu tak akan jauh-jauh dari yang namanya musik. Lalu membahas soal musik tentunya juga akan membahas tentang nada.
Definisi yang sering saya baca atau kebanyakan orang tahu bahwa nada adalah bunyi yang teratur. Lalu, bagaimanakah sehingga manusia bisa mengkoordinasikan bunyi lalu menjadikannya nada?
Dalam hal ini, saya tidak akan membahas proses pengorganisasian bunyi menjadi nada, lalu musik, lalu lagu. Tapi, saya akan membahas bagaimana manusia dengan akal budi yang dimilikinya bisa mengenal dan menciptakan musik?
Bunyi atau suara sudah dapat kita dengar dari mulai kita lahir. Bahkan kita sendiripun dengan natural langsung bisa mengeluarkan bunyi atau suara, seperti tangisan, tawa, dan sebagainya.
Tak ada waktu yang pasti mengenai awal keberadaan bunyi. Tapi bisa diperkirakan bahwa bunyi sudah ada semenjak alam semesta ini diciptakan, atau bahkan sebelum.
Pada mulanya manusia hanya menganggap bunyi sebagai sesuatu yang biasa untuk didengar oleh telinga dan tak ada yang istimewa dari bunyi. Pada zaman itu manusia sudah mengenal banyak bunyi, baik itu bunyi binatang, bunyi benturan, suara mereka sendiri, dan lain-lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia sebagai makhluk yang dianugerahi Tuhan akal budi terus berkembang. Mereka memulai mengamati, lalu timbul rasa ingin tahu, sehingga muncul pertanyaan ; apa yang menimbulkan bunyi? bagaimana bunyi itu teradi? Sampai akhirnya mereka mulai paham bahwa bunyi berasal dari sesuatu yang bergetar atau bergesekan lalu menghasilkan bunyi. Maka, bunyi bisa mereka ciptakan sendiri. Mereka mulai sering mencoba menimbulkan bunyi-bunyian yang berasal dari benda disekeliling mereka yang dapat menimbulkan bunyi.
Dari proses mencoba-coba menimbulakan bunyi dari setiap benda yang ada di sekeliling mereka, lalu mereka mengamati bunyi yang dihasilkan setiap benda. Lama kelamaan mereka menemukan fakta bahwa bunyi yang dihasilkan masing-masing benda itu berbeda. Agar bunyi yang dihasilkan dapat dibedakan sesuai maksud tertentu, manusia mulai memanipulasi bunyi dengan menciptakan alat khusus untuk mengeluarkan bunyi yang lebih indah dan khas. Benda-benda yang dipakai biasanya mereka peroleh dari alam, seperti bambu, kulit binatang, kerang, dan lain-lain yang sudah diperhalus.
Bunyi yang awalnya tidak berharga dan tak berguna mulai dikembangkan menjadi sesuatu hal yang dapat membantu kegiatan manusia pada masa itu. Dimulai dari penggunaan sebagai tanda atau alarm yang mempunyai maksud tertentu. Kemudian bunyi yang berbeda tersebut mulai dikembangkan lagi dengan sentuhan-sentuhan yang membuat pengkordinasian bunyi memiliki seni dan keindahan untuk didengar dan mulai layak disebut nada.
Kumpulan nada yang dihasilkan oleh alat-alat tersebut kemudian dijadikan beragam musik. Pada zaman megalitikum, nenek moyang kita sudah menggunakan musik dalam mengiringi upacara keagamaan, kemudian untuk mengiringi tarian-tarian, dan lagu-lagu. Tentunya musik-musik tersebut memiliki arti dan maksud tertentu. Bahkan tak jarang musik atau lagu pada masa itu memiliki kekuatan supranatural yang berisikan mantra-mantra.
Musik berkembang di berbagai daerah dengan penyesuaian-penyesuaian seiring pola perkembangan akal budi manusia di masing-masing daerah. Begitu pula dengan alat yang digunakan. Karena mereka menciptakan alat musik yang terbuat dari bahan yang ada di sekitar mereka, dan keadaan alam dari tiap-tiap daerah itu berbeda maka tiap-tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing pada alat musik yang dimilikinya. Dampaknya musik yang ada pada suatu daerah biasanya berbeda pula dengan musik di daerah lainnya. Misalnya di daerah Indonesia saja kita bisa membedakan musik berdasarkan asal daerahnya ; Jawa Barat ada Jaipong, di Jawa Tengah ada Campur Sari, di Jawa Timur ada Langgam, Cirebon ada Tarling, dan lain sebagainya.
Seiring perkembangan pola pikir manusia, musik mulai mengalami perkembangan dengan adanya pengetahuan mengenai tinggi rendahnya bunyi. Kemudian manusia mulai menciptakan aturan baru yang memiliki standar tinggi rendah bunyi, yang disepakati banyak orang yaitu adanya not-not, atau biasa disebut dengan solmisasi.
Seiring perkembangan zaman, musik terus mengalami perkembagan di dunia seni maupun industri. Musik sebagai salah satu hiburan dan keindahan memang sudah ada di jiwa-jiwa manusia sejak musik itu sendiri berkembang sebagai sebuah seni. Musik adalah karya yang bisa dipastikan pernah dikonsumsi semua orang di dunia. Banyaknya penikmat musik dengan karakter yang berbeda mengakibatkan musik itu sendiri memiliki beberapa aliran, seperti Pop, Rock, Jazz, Klasik, Tradisional,Keroncong, Dangdut, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai timbul persepsi bahwa aliran musik yang disukai seseorang dapat menggambarkan karakter dari orang tersebut.
Selain untuk dinikmati, musik dijadikan sebagai sarana expresi diri, karya, hiburan. Musik juga merupakan suatu produk berupa karya seni dengan harga jual tinggi. Bahkan saat ini industri musik adalah industri besar yang sangat menjanjikan.
Bagaimana? Begitu luar biasa bukan manusia? Dari rasa ingin tahunya bisa menghasilkan pengetahuan yang terus bekembang sehingga menjadikannya hasil yang luar biasa pula. Lalu bagaimana dengan kita sebagai penerusnya? Akankah sampai disini perkembangan musik?
Tentu tidak. Manusia telah dianugerahi Tuhan akal budi yang dapat terus berkembang seiring berjalannya waktu. Maka, sudah sepatutnya kita bersyukur pada Tuhan YME, dan memanfaatkan anugerah-Nya ini sebaik mungkin.
Demikian kiranya ulasan tentang manusia dan musik yang bisa saya sampaikan. Tak ada gading yang tak retak. Maka, jika ada kekurangan atau kesalahan dari tulisan saya, mohon dimaafkan. Lebih besar hati saya sekiranya pembaca mau mengkritik dan mengomentari tulisan saya, sebagai cambuk dan pelajaran bagi saya untuk hasil yang lebih baik di tulisan saya selanjutnya. Terima kasih.
-WIGIAWATI UTAMI-
18510502
1PA03
Kamis, 17 Februari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)